Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat berharap, tidak satupun
penyelenggara Pemilu di Jawa Barat terkena permasalahan yang berkaitan
dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Tidak kecuali di verifikasi
faktual Parpol calon peserta Pemilu dan disemua tahapan penyelenggaraan
Pemilu, baik di Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden maupun Pemilu Kepala
Daerah.
“Kita KPU Jabar inginnya nol, tidak satupun penyelenggara Pemilu di
Jawa Barat terkena permasalahan yang berkaitan kode etik,” Kata
Komisioner KPU Prov Jabar, Teten Setiawan dalam arahannya pada Rapat
Koordinasi dengan jajaran KPU Kabupaten/Kota se Jawa Barat, persiapan
verifikasi faktual keanggotaan Partai Politik (Parpol) di wilayah Prov
Jabar calon peserta Pemilu 2014, di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang
Bandung, Senin (24/9).
Kode etik Penyelenggara Pemilu, dikatakannya merupakan seperangkat
prinsip moral atau nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku
penyelenggara pemilu. Nilai tentang baik atau buruk yang terkait
pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai penyelenggara pemilu. Ketidak
cermatan, bisa terjaring dan dinyatakan melanggar terhadap sumpah dank
ode etik penyelenggara Pemilu.
Ditandaskan Teten, apa yang sudah digariskan baik dalam sumpah/janji
penyelenggara Pemilu dan dalam amanat Peraturan Bersama mengenai kode
etik penyelengara Pemilu, KPU Kabupaten/Kota pentingnya benar-benar
memahami sehingga kedepan tidak ada perbuatan aneh sebagai tindaka
pelanggaran kode etik. Terkait ini, KPU Jawa Barat menjamin untuk
konsisten menjaga netralitas. Pernyataan sikap tegas KPU Jabar, terkait
adanya kekhawatiran yang mengasumsikan, pencalonan dari unsur
perseorangan bisa dimainkan. Dimainkan untuk mengganggu calon yang kuat
dan memenangkan atau mendukung calon yang lain.
“Saya tegaskan itu. Netralitas itu bisa diukur. Kami komit untuk
melaksanakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, terhadap
sumpah dan janji, dan terhadap kode etik. Kalau ada perbuatan aneh,
biasanya itu yang menyimpang,” ujar Teten.
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu, dikatakannya sebagai
pelanggaran terhadap etika Penyelenggara Pemilu. Etika yang berpedoman
kepada sumpah/janji sebelum menjalankan tugas sebagai Penyelenggara
Pemilu. Prinsip dasarnya, mentaati peraturan perundang-undangan, non
partisan dan netral, transparan dan akuntabel, melayani pemilih
menggunakan hak pilih, serta tidak melibatkan diri dalam konflik
kepentingan.
Berkenaan pelanggaran administrative Pemilu, diakuinya hingga
kini pihaknya belum mendapat gambaran pasti apa yang dimaksud dengan
pelanggaran administrasi. Pelanggaran administrasi Pemilu, dipahami
sebagai pelanggaran tata cara, prosedur dan mekanisme yang berkaitan
dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu diluar tindak pidana Pemilu dan kode etik
penyelenggara Pemilu. “Definisinya seperti itu. Penyelesaian pelanggaran
administratif, KPU Provinsi, KPU Kabupaten dan Kota wajib melaksanakan
rekomendasi Bawaslu. Pelanggaran administrasi Pemilu, KPU yang
menyelesaikan,”.
Terkait Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, dikatakannya,
komitmen KPU Provinsi Jawa Barat khususnya dalam rangka supervisi dan
monitoring terhadap penyelenggaraan Pemilu Kada, bagaimana melakukan
pencegahan pelanggaran dan mengatasi persoalan sengketa tidak sampai ke
Mahkamah Konstitusi. “Kalaupun sampai ke MK, dan putusan MK mengabulkan,
jangan sampai KPU ikut terbawa-bawa. Kita ingin, minimal tidak ada
gugatan ke MK,”.
Teten juga mengingatkan, KPU Kabupaten dan Kota untuk kembali memahami
perannya yang pokok sebagai bagian dari KPU RI. Tidak terjebak dan
lebih konsentrasi pada Pemilu Kepala Daerah, seolah-olah berdiri sendiri
sebagai otorisator Pemilu Kada. Sementara amanat Undang Undang dan
amanat Peraturan KPU, juga pesan lisan para Komisioner di Jakarta, tegas
menyatakan KPU Provinsi,KPU Kabupaten dan KPU Kota adalah penyelenggara
Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu jadi focus dan menarik
dibicarakan, karena kini menurutnya sudah ada fenomena politik luar
biasa, fenomena ketatanegaraan luar biasa sehubungan rencana pembentukan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Lembaga yang nantinya
diberi kewenangan untuk membentuk badan ad hoc, melakukan pemeriksaan di
Provinsi untuk tingkatan tertentu. Lembaga ini, nantinya akan
melibatkan KPU Provinsi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi yang
diangkat menjadi tim pemeriksa ad hoc bersama dengan unsur
perguruan tinggi, dimana pimpinannya salah seorang dari DKPP itu
sendiri. Padahal sebelumnya sudah enak, KPU Provinsi tidak dibawa-bawa.
(MC/KPUJBR)
Sumber : Media Center KPU Prov. Jabar