Setelah
Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21
Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau
dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997
segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7
Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk
sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan
atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena
pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu
1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan
dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan
wakil presiden yang baru.
Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum
menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan
RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga draft UU ini
disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang
diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri,
Jakarta).
Setelah
RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil
dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal yang secara
sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu
sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak
sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk
mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai.
Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang
ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Dalam
sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana
Menteri Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang
mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih
kekuasaan. Burhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu
hanya sebulan setelah menjadi Perdana Menteri menggantikan Ali
Sastroamidjojo, meski persiapan-persiapannya sudah dijalankan juga
oleh pemerintahan sebelum-nya. Habibie menyelenggarakan pemilu setelah
13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan, meski persoalan yang dihadapi
Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih parah adalah
krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan
internasional.
Hasil Pemilu 1999
Meskipun
masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara
pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7
Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak
pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan
damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah
Tingkat II di Sumatera Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya
terpaksa diundur suara satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan
atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.
Tetapi
tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap
penghitungan suara dan pembagian kursi pada Pemilu kali ini sempat
menghadapi hambatan. Pada tahap penghitungan suara, 27 partai
politik menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan
dalih Pemilu belum jurdil (jujur dan adil). Sikap penolakan
tersebut ditunjukkan dalam sebuah rapat pleno KPU. Ke-27 partai
tersebut adalah sebagai berikut:
Partai yang Tidak Menandatangani Hasil Pemilu 1999.
Nomor
|
Nama Partai
|
1.
|
Partai Keadilan
|
2.
|
PNU
|
3.
|
PBI
|
4.
|
PDI
|
5.
|
Masyumi
|
6.
|
PNI Supeni
|
7.
|
Krisna
|
8.
|
Partai KAMI
|
9.
|
PKD
|
10.
|
PAY
|
11.
|
Partai MKGR
|
12.
|
PIB
|
13.
|
Partai SUNI
|
14.
|
PNBI
|
15.
|
PUDI
|
16.
|
PBN
|
17.
|
PKM
|
18.
|
PND
|
19
|
PADI
|
20.
|
PRD
|
21.
|
PPI
|
22.
|
PID
|
23.
|
Murba
|
24.
|
SPSI
|
25.
|
PUMI
|
26
|
PSP
|
27.
|
PARI
|
Karena
ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU
kepada presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut
kemudian diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu).
Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang
diajukan wakil-wakil partai di KPU yang berkeberatan tadi. Hasilnya,
Panwaslu memberikan rekomen-dasi bahwa pemilu sudah sah. Lagipula
mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut
keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil
pemilu sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat tanggal
26 Juli 1999.
Setelah
disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung
melakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat
pembagian kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang
ditetapkan Kelompok Kerja PPI, khususnya pembagian kursi sisa,
ditolak oleh kelompok partai Islam yang melakukan stembus accoord. Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan
pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU. Di KPU
perbedaan pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan
dua opsi. Opsi pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan
memperhatikan suara stembus accoord, sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya 12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.
Berbekal
keputusan KPU tersebut, PPI akhirnya dapat melakukan pembagian
kursi hasil pemilu pada tanggal 1 September 1999. Hasil pembagian
kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR
atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.
Sebagai
pemenangnya adalah PDI-P yang meraih 35.689.073 suara atau 33,74
persen dengan perolehan 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758
suara atau 22,44 persen sehingga mendapatkan 120 kursi atau
kehilangan 205 kursi dibanding Pemilu 1997. PKB dengan 13.336.982
suara atau 12,61 persen, mendapatkan 51 kursi. PPP dengan 11.329.905
suara atau 10,71 persen, mendapatkan 58 kursi atau kehilangan 31
kursi dibanding Pemilu 1997. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12
persen, mendapatkan 34 kursi. Di luar lima besar, partai lama yang
masih ikut, yakni PDI merosot tajam dan hanya meraih 2 kursi dari
pembagian kursi sisa, atau kehilangan 9 kursi dibanding Pemilu 1997.
Selengkapnya hasil perhitungan pembagian kursi itu seperti terlihat
dalam tabel di bawah.
No.
|
Nama Partai
|
Suara DPR
|
Kursi Tanpa SA
|
Kursi Dengan SA
|
1.
| PDIP |
35.689.073
|
153
|
154
|
2.
| Golkar |
23.741.749
|
120
|
120
|
3.
| PPP |
11.329.905
|
58
|
59
|
4.
| PKB |
13.336.982
|
51
|
51
|
5.
| PAN |
7.528.956
|
34
|
35
|
6.
| PBB |
2.049.708
|
13
|
13
|
7.
| Partai Keadilan |
1.436.565
|
7
|
6
|
8.
| PKP |
1.065.686
|
4
|
6
|
9.
| PNU |
679.179
|
5
|
3
|
10.
| PDKB |
550.846
|
5
|
3
|
11.
| PBI |
364.291
|
1
|
3
|
12.
| PDI |
345.720
|
2
|
2
|
13.
| PP |
655.052
|
1
|
1
|
14.
| PDR |
427.854
|
1
|
1
|
15.
| PSII |
375.920
|
1
|
1
|
16.
| PNI Front Marhaenis |
365.176
|
1
|
1
|
17.
| PNI Massa Marhaen |
345.629
|
1
|
1
|
18.
| IPKI |
328.654
|
1
|
1
|
19.
| PKU |
300.064
|
1
|
1
|
20.
| Masyumi |
456.718
|
1
|
-
|
21.
| PKD |
216.675
|
1
|
-
|
22.
| PNI Supeni |
377.137
|
-
|
-
|
23
| Krisna |
369.719
|
-
|
-
|
24.
| Partai KAMI |
289.489
|
-
|
-
|
25.
| PUI |
269.309
|
-
|
-
|
26.
| PAY |
213.979
|
-
|
-
|
27.
| Partai Republik |
328.564
|
-
|
-
|
28.
| Partai MKGR |
204.204
|
-
|
-
|
29.
| PIB |
192.712
|
-
|
-
|
30.
| Partai SUNI |
180.167
|
-
|
-
|
31.
| PCD |
168.087
|
-
|
-
|
32.
| PSII 1905 |
152.820
|
-
|
-
|
33.
| Masyumi Baru |
152.589
|
-
|
-
|
34.
| PNBI |
149.136
|
-
|
-
|
35.
| PUDI |
140.980
|
-
|
-
|
36.
| PBN |
140.980
|
-
|
-
|
37.
| PKM |
104.385
|
-
|
-
|
38.
| PND |
96.984
|
-
|
-
|
39.
| PADI |
85.838
|
-
|
-
|
40.
| PRD |
78.730
|
-
|
-
|
41.
| PPI |
63.934
|
-
|
-
|
42.
| PID |
62.901
|
-
|
-
|
43.
| Murba |
62.006
|
-
|
-
|
44.
| SPSI |
61.105
|
-
|
-
|
45.
| PUMI |
49.839
|
-
|
-
|
46
| PSP |
49.807
|
-
|
-
|
47.
| PARI |
54.790
|
-
|
-
|
48.
| PILAR |
40.517
|
-
|
-
|
Jumlah
|
105.786.661
|
462
|
462
|
Catatan:
- Jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi mencapai 9.700.658. atau 9,17 persen dari suara yang sah.
- Apabila pembagian kursi dilakukan dengan sistem kombinasi jumlah partai yang mendapatkan kursi mencapai 37 partai dengan jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi hanya 706.447 atau 0,67 persen dari suara sah.
Cara
pembagian kursi hasil pemilihan kali ini tetap memakai sistem
proporsional dengan mengikuti varian Roget. Dalam sistem ini sebuah
partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di
daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.
Tetapi
cara penetapan calon terpilih berbeda dengan Pemilu sebelumnya,
yakni dengan menentukan ranking perolehan suara suatu partai di
daerah pemilihan. Apabila sejak Pemilu 1977 calon nomor urut pertama
dalam daftar calon partai otomatis terpilih apabila partai itu
mendapatkan kursi, maka kini calon terpillih ditetapkan berdasarkan
suara terbesar atau terba-nyak dari daerah di mana seseorang
dicalonkan. Dengan demikian seseorang calon, sebut saja si A, meski
berada di urutan terbawah dari daftar calon, kalau dari daerahnya
partai mendapatkan suara terbesar, maka dialah yang terpilih. Untuk
cara penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah
Tingkat II ini sama dengan cara yang dipergunakan pada Pemilu 1971.
Bagaimanapun
penyelenggaraan Pemilu-pemilu tersebut merupakan pengalaman yang
berharga. Sekarang, apakah pengalaman itu akan bermanfaat atau tidak
semuanya sangat tergantung pada penggunaannya untuk masa-masa yang
akan datang. Pemilu yang paling dekat adalah Pemilu 2004. Pengalaman
tadi akan bisa dikatakan berharga apabila Pemilu 2004 nanti memang
lebih baik daripada Pemilu 1999. Pemilu 1999 untuk banyak hal telah
mendapat pujian dari berbagai pihak. Dengan pengalaman tersebut,
sudah seharusnyalah kalau Pemilu 2004 mendatang lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar